Beberapa hari lalu, saya dan teman saya mengunjungi peresmian Goa Kethek tepatnya di desa Karangtengah Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri. Sebelumnya kami mendapatkan informasi bahwa pada acara tersebut akan ada upacara adat yang dilaksanakan oleh agama Hindu, sontak kami pun bersemangat untuk hadir. Tidak lain karena kami memiliki taste yang sama, penyuka sejarah dan kebudayaan.
Berbekal rasa penasaran kami menelusuri Goa yang letaknya di tengah persawahan. Sesampainya disana kami terpukau dengan hiasan pada pintu masuk Goa. Ya, khas sekali dengan adat Hindu. Beberapa objek tertentu dipasang kain berwarna hitam putih atau kain poleng, saya amati di meja ada beberapa sesajen berupa bunga, dupa, air dan selebihnya saya tidak tahu apa saja isi lengkapnya. Terdapat pula payung dan dekorasi yang menghiasi benda lainnya. Cukup menarik perhatian saya, selanjutnya kami kebawah untuk menyapa orang yang sedari awal sudah disana.
Memulai dengan Mengulik Sejarah
Apa saja yang akan kami lakukan setelah datang? Menunggu. Kami menunggu hingga acara dimulai. Saya sangat penasaran tentang kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan, mengapa memilih tempat ini sebagai tujuannya, bahkan mendatangkan Pinandita dari Bali? Wah sepertinya akan seru sekali. Banyak sekali pertanyaan yang muncul di benak saya, tetapi kepada siapa saya harus bertanya? Belum lagi saya dan teman saya adalah seorang Islam. Mengunjungi acara Hindu mungkin menjadi pertanyaan bagi mereka yang datang. Ah tapi tak ada masalah buat kami. Karena tujuan kami datang adalah ingin menyaksikan kegiatan atau upacara tersebut berlangsung.
Goa Kethek dan Kisahnya
Setelah memasuki kawasan persiapan upacara, kami berjalan dan turun ke dekat pintu masuk Goa. Terdapat patung Kethek pada kanan kiri pintu masuk menuju Goa. Informasinya dulu saat Goa ini dibuka terdapat banyak kethek atau monyet yang ditemukan di sekitar maupun di dalam Goa, maka akhirnya dinamakan Goa Kethek. Tidak ada yang tahu pasti dimana ujung Goa, banyak yang menyebutkan Pantai Selatan, tidak sedikit pula yang menyebutkan ke Goa Surowono dan sebagainya. Untuk tujuan keamanan, Goa ini juga dipasang pintu dan gembok alias tidak dibuka secara umum.
Petirtaan atau Pemandian dari Sumber Air Alami Goa Kethek
Saat kami datang memang acara belum dimulai sehingga hanya tampak beberapa orang saja. Sembari menunggu kami duduk di bawah pohon kersen ditemani sejuknya udara dan gemericik aliran air sungai. Informasi yang saya dapatkan, tepat di depan kami berada dulunya adalah pemandian atau petirtaan Raja. Jelas airnya segar karena berasal dari sumber alami yaitu terowongan bawah tanah. Tidak hanya itu, tidak jauh dari Goa Kethek juga terdapat Goa Sumurup yang lubangnya lebih besar, airnya pun mengucur deras.
Ritual Melaspas agar Layak Ditempati
Saya mencoba bertegur sapa dengan salah satu orang yang nampaknya baru datang. Saya meminta izin untuk menyaksikan dan mendokumentasikan saat upacara berlangsung dan beliau menanggapinya dengan santai, "silahkan, ucapnya". Saya juga bertanya perihal mengapa harus disini pemilihan tempat untuk melaksanakan upacara?
Pak Sudarto begitulah nama setelah kami berkenalan. Beliau menyebutkan melaspas, atau upacara yang akan berlangsung adalah untuk menyucikan tempat baru sebelum digunakan atau ditempati. Apalagi tempat ini dulu adalah petirtaan atau tempat suci dan termasuk baru akan ditempati.
"Jowo iku sing njawani, tambahnya" Saya yang sebenarnya banyak pertanyaan ini hanya menanggapi ringan, "Nggih Pak, jawabku" Kemudian beliau menambahkan kalimat, "ojo mung iso moco, tapi yo ngertenono maknane" Yang artinya, jangan hanya membaca tapi pahami juga maknanya. Meskipun baru kenal tapi beliau sangat terbuka untuk bercakap mengenai budaya atau tradisi yang dilakukan.
Belum beruntung, mungkin itulah kalimat yang tepat untuk kami yang menunggu upacara berlangsung dari pukul 14.30 hingga 17.00 belum ada tanda-tanda upacara dimulai. Padahal rasa penasaran sudah menyelimuti hati. Meskipun begitu banyak yang kami pelajari dengan kedatangan kami ini. Toleransi. Perbedaan mencolok antara kami tidak melunturkan identitas, bahwa kami berada di naungan yang sama. Percaya adanya Tuhan dan juga ini wujud kebhinekaan sesungguhnya.
Asik sekali, ditunggu cerita-cerita selanjutnyaaa
BalasHapussiap kak, tunggu cerita sejarah lainnya ya. makasih
Hapus