Langsung ke konten utama

Jelajah Sejarah dan Asal Nama Kediri di Desa Siman Kepung, Kediri


Perjalanan kali ini tidak jauh dari sebuah agenda yang kami rencanakan di aplikasi Trello dan desa yang kami kunjungi selanjutnya adalah Siman. Ya sembari memulai tulisan di blog tentu saja keinginan kami ‘plesiran’ adalah menyelami sejarah terutama tentang Kediri dan sekitarnya. Lantas apa saja yang kami temukan? 

Setiap perjalanan membawa ‘energi’ tersendiri bagi kami. Menemukan tempat baru yang enak bukan sekedar untuk ‘nongki’ adalah bonus. Jika biasanya desa Siman selalu identik dengan pemandangan waduk buatan nan syahdu di kala senja beradu, kini kami sengaja menambahkan list tambahan. Setelah googling beberapa hari keberangkatan, kami menemukan sesuatu yang menarik. 

Prasasti Paradah Siman dan Cerita Asal Nama Kediri


Prasasti Paradah berada di Desa Siman Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri. Tempatnya tidak strategis karena berada di dalam gang. Ya tentu sebelum kami menuju lokasi tersebut, kami bertanya kepada salah satu warga sekitar. Terdapat gang masuk menuju lokasi, sekitar 100 meter dari jalan raya. Sesampainya disana mata saya langsung tertuju pada dua prasasti kuno. Setelah didekati, keduanya ternyata memiliki perbedaan mencolok bertuliskan aksara Jawa kuno. Menurut informasi yang tertera, Prasasti Paradah diterbitkan oleh Mpu Sindok tahun 856 tahun saka atau berusia lebih dari 1000 tahun. Dan jelas saja kami berdua pun tidak tahu apa maksud dan arti tulisan yang tertera di prasasti tersebut, hehe.

Selanjutnya pada Prasasti Paradah juga berisi tentang anugerah status Sima di desa Paradah yang hingga saat ini ternyata juga diabadikan menjadi salah satu nama Dusun di Desa Siman yaitu Dusun Bogorparadah. Isi dari prasasti tersebut adalah agar sawah yang letaknya di sebelah utara sungai di desa Paradah dijadikan bangunan suci untuk Hyang Dharmakamulan atau leluhur yang telah mangkat.

Dalam prasasti ini juga disebutkan bahwa Raja yang memimpin sangat menyayangi masyarakatnya hingga yang berjasa diberikan anugerah tanah Sima. Jenis pekerjaan seperti Pande, Pengembara, Pedagang hingga Pabanyokan atau lawak sudah ada sejak zaman dulu. Cerita ini juga diukir di salah satu tugu Siman yang terletak di dalam wilayah waduk Siman.  Hal menarik lain adalah selain ditemukan Prasasti Paradah, juga ditemukan Prasasti Harinjing yang kemudian menjadi asal nama Kadiri.

Punden Dharmakamulan Bogor Pradah Desa Siman


Punden atau tempat suci adalah sebuah wujud bangunan prasejarah yang masih ada hingga kini. Sekilas memang terdengar biasa saja, namun saat sudah kesana Anda akan disuguhi bangunan model Joglo full kayu  dengan hiasan janur pada rumbainya, sedangkan pada pintu masuk punden terdapat dua pintu kayu yang cukup unik dengan tembok bata merah pada kanan dan kirinya.

Pada punden Dharmakamulan terdapat sisa struktur cagar budaya atau artefak cagar budaya peninggalan masa lampau seperti balok batu andesit dan batu ambang pintu. Sembari berjalan dan mengamati adanya sesajen khas Hindu seperti bunga, buah, daun pandan, dan lainnya mata saya lalu tertuju pada bunga mekar nan cantik, bunga yang tercium sebelum kami memasuki punden, Asoka. 

Bunga Asoka sendiri merupakan sebuah perlambangan tanpa kesedihan menurut Bahasa Sansekerta. Katanya dengan ditanamnya pohon tersebut, pengunjung yang datang akan merasakan kebahagiaan. Dan benar sekali hawa di punden Dharmakamulan cukup tenang dan sama sekali tidak menakutkan. Cocok sekali untuk recharge energi maupun belajar dan memaknai sejarah.


Perjalanan kami selanjutnya adalah ciri khas Desa Siman itu sendiri, ya waduk Siman. Yang kala terik menyengat tetap saja ramai kalangan muda-mudi berjejer memenuhi warung-warung. Kami sengaja tidak mampir ke warung melainkan langsung menuju Tugu sembari mengamati pergerakan 'buaya darat' haha. 

Lezatnya Sate Pak Eko Satak Puncu Kediri


Sebagai penutup perjalanan rasanya kurang afdol jika tanpa kulineran. Maka rencana untuk mampir ke Sate Pak Eko Satak langsung kami iyakan. Seporsi sate kambing dengan harga 22.000 ditambah es teh sebagai pelengkap Sate Kambing Pak Eko Satak Puncu cukup membuat kami menghela napas lega. Lega karena lapar dahaga sudah terpenuhi dan cerita yang kami dapatkan hari itu juga sangat memberikan energi semangat untuk ‘plesiran’ ke tempat selanjutnya. Next time, kita kemana lagi ya? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukit Mencol Karangasem Bali Timur, Surga Tersembunyi dengan Pura Suci dan Pantai Gili Selang

  Perjalanan di Bali berlanjut ke wilayah Bali paling Timur yaitu ke Bukit Mencol.   Bukit Mencol terletak di Banjar Gili Selang tepatnya di Seraya Timur. Pagi-pagi buta, Saya diajak Cici untuk berkeliling desa, berwisata, sekaligus menikmati pemandangan matahari terbit. Dalam hati   berkata, wisata apa yang pagi-pagi buta sudah buka? Kemudian Saya mengiyakan tanpa mandi maupun berdandan hehe. Namun tidak disangka makin ke ujung timur makin terlihat keren. Sepanjang perjalanan, Saya hanya ‘mlongo’ dan terus mengaktifkan kamera ponsel mode foto. Tidak disangka pemandangan hijau perbukitan dengan landscape pura suci dan pantai begitu indah tampak dari kejauhan. Jalanan pun sudah mulus beraspal. Nikmat mana lagi yang kau dustakan? Alasan Bangunan di Bali Tidak Melebihi Pohon Sedikit cerita saat perjalanan, pura suci Bali ternyata ada juga yang terletak di atas bukit. Saya juga tidak melihat ada rumah yang bangunannya menjulang tinggi atau melebihi pohon kelapa. Cici ke...

Kisah Lain di Benteng Pendem Van Den Bosch Ngawi dan 3 Jam Motoran yang Berkesan

  Motoran dari Kediri ke Ngawi membawa tantangan tersendiri, 3 jam sudah waktu yang kami tempuh dimulai dari kota asal kami, Pare Kediri menuju Ngawi pukul 06.30 wib. Berbekal nyali para perempuan tangguh sebelum menjelang siang atau sekitar pukul 09.00 wib kami pun telah sampai di kota yang mendapat julukan kota bambu dengan icon monumen bambu bertuliskan “Ngawi Ramah”. Benteng Van Den Bosch atau dikenal dengan Benteng Pendem yang terletak di pertemuan sungai Madiun dan sungai Bengawan Solo, berlokasi tidak begitu jauh dari pusat kota yaitu berjarak 1 km. Setelah memasuki lokasi Benteng Van Den Bosch kami parkirkan motor dan membayar tiket masuk sebesar 10.000 rupiah. Pemugaran Benteng Van Den Bosch Memasuki pelataran benteng, menurut versi yang Saya baca dan pengamatan secara langsung, memang benteng ini terlihat seperti dipendam dan dibangun lebih rendah dari tanah disekelilingnya. Fakta menariknya benteng ini ternyata sudah pernah dilakukan pemugaran di mulai dari tahun 2...

Bertemu dan Bertamu hingga Belajar Filosofi Rumah di Bali

Setiap kali berkunjung ke tempat baru Saya selalu menemukan pelajaran yang berharga terutama terkait perbedaan. Kalau kata Saya, apalah arti warna tembok jika yang beragam warnanya itu lebih indah. Bali menjadi salah satu bucketlist yang Saya tulis beberapa tahun lalu dan alhamdulillah terwujud pada 2023. Bersyukur dipertemukan dengan teman lintas pulau dan sekalinya bertemu teman baru maka belum afdol rasanya jika belum bertamu.  Selama perjalanan beberapa hari di Bali, Saya cukup excited dengan suguhan alam yang asri, barisan bukit yang indah, laut yang biru dan satu lagi rumah adat Bali yang khas. Khasnya Rumah Adat Bali Menurut kacamata awam Saya, sepanjang perjalanan dari Denpasar menuju Karangasem sangat banyak dijumpai gapura halaman rumah yang mirip candi atau pura serta atap khas Bali.   Mungkin dulu kita juga pernah mendengarnya pada mata pelajaran sejarah, ada sebuah manuskrip Hindu dengan judul “Lontar Asta Kosala Kosali” yaitu tentang aturan pembuatan rumah, pur...